(Bagian 1)
Hari ini, dengan linangan air mata
kita menyaksikan tragedi yang menimpa kaum muslimin di mana-mana. Umat Islam
dewasa ini telah ditimpa musibah hampir di segala bidang. Pengetahuan mereka
terhadap syariat Islam semakin krisis. Hal ini merupakan kemerosotan yang luar
biasa jika dibandingkan dengan jaman-jaman sebelumnya.
Namun alhamdulillah, sebagian besar
kaum muslimin telah memahami kelemahan dan kemerosotan ini dan berlomba-lomba
memperbaiki keadaan diri dan umatnya. Akan tetapi sungguh sangat disesalkan
apabila mereka bergerak dengan semangat saja tanpa merujuk (berpegang) kepada
al-kitab dan as-sunnah. Mereka masing- masing mencari dan memutuskan metode dan
ide-ide baru (baca: bid'ah). Di mana yang setiap "ide" tersebut memiliki
pendukung dan pengikut. Akhirnya muncullah musibah berikutnya yaitu pelecehan
terhadap sunnah nabawiyyah, karena setiap ide bid'ah tidak akan pernah cocok
dengan sunnah. Dan orang yang telah puas dengan bid'ah, tidak akan merasa perlu
dengan sunnah.
Baiklah, marilah kita simak ucapan Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyyah tentang masalah ini dalam kitabnya Iqtidla As-Shirathil Mustaqim: "...
jika seorang hamba memenuhi beberapa kebutuhannya dengan selain amal-amal yang
disyariatkan, akan berkurang keinginannya terhadap perkara-perkara yang
disyariatkan. Dan berkuranglah manfaat yang dia peroleh, sesuai dengan banyaknya
perkara baru (bid'ah) yang dia penuhi. Berbeda dengan seorang yang mengarahkan
keinginan dan semangatnya pada yang disyariatkan. Maka sungguh akan semakin
besar kecintaan dan manfaatnya yang dia peroleh, hingga makin sempurnalah
agamanya dan makin lengkaplah keislamannya. Oleh karena itu engkau jumpai orang
yang banyak mendengar sya'ir-sya'ir untuk memperbaiki hatinya, akan berkurang
kemauannya untuk mendengarkan Al-Qur`an bahkan sampai tidak menyukainya.
Seseorang yang banyak bepergian untuk berziarah ke tempat-tempat keramat atau
sejenisnya, maka tidak akan tersisa di dalam hatinya kecintaan dan pengutamaan
terhadap haji ke baitul haram sebagaimana kecintaan sesorang yang hatinya
dipenuhi sunnah. Seseorang yang gandrung mengambil hikmah dan adab-adab dari
tokoh-tokoh hikmah Romawi dan Persia, tidak akan tersisa tempat di dalam hatinya
untuk mengambil hikmah-hikmah dan adab-adab Islam. Demikian pula seseorang yang
gandrung terhadap cerita raja-raja dan perjalanan hidup mereka, tidak akan
tersisa perhatiannya terhadap kisah-kisah para Nabi dan riwayat hidup mereka.
Hal seperti ini sangat banyak terjadi.
Perhatikanlah sabda Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam:
Tidaklah suatu kaum mengada-adakan
satu kebid'ahan, kecuali Allah akan mencabut dari mereka satu sunnah yang
sebanding dengannya (HR. Imam Ahmad 4/105 dan disebutkan oleh Imam Suyuthi dalam
Jami'us Shaghir, juz 2 hal. 480 hadits no. 7790. Beliau berkata: hadits ini
hasan, demikian dalam Tahqiq Iqtidla. Adapun Abdus Salam bin Barjas menyatakan
bahwa sanad hadits ini lemah, lihat Al-Hujaj Al- Qawiyyah, hal.
86).
Hal
ini akan didapati oleh seorang yang melihat dirinya dari kalangan orang berilmu,
ahli ibadah, para pemerintah atau pun orang awam." (Iqtidla As-Shirathil
Mustaqim 1/483-484).
Ibnu
Umar radhiallahu 'anhu berkata:
Tidaklah suatu ummat mengada-adakan suatu bid'ah dalam
Dien mereka, kecuali akan Allah angkat dari mereka suatu sunnatul huda dan tidak
akan kembali selamanya. (diriwayatkan oleh Muhammad bin Nashr dalam kitab
As-Sunnah, hal. 24; lihat Al-Hujaj Al-Qawiyyah, hal. 41).
Perhatikan pula ucapan Ahmad bin
Sinan Al-Qaththan:
Tidak ada seorang mubtadi' pun di
dunia, kecuali ia membenci ahlul hadits. Jika seseorang mengada-adakan suatu
bid'ah, maka akan dicabut kemanisan hadits (sunnah) dari hatinya. (diriwayatkan
oleh Abu Utsman As-Shabuni dalam Aqidatus Salaf Ashabil Hadits, hal 116-117.
Berkata Syaikh Badr Al-Badr dalam Tahqiqnya: Riwayat ini sanadnya
hasan).
Demikian pula perhatikanlah ucapan
Imam Al-Auza'i yang senada dengan ucapan di atas. Beliau
berkata:
Tidak ada seorang pun dari ahlul bid'ah yang engkau ajak
bicara dengan hadits yang tidak sesuai dengan bid'ahnya, kecuali dia mesti
membenci hadits itu. (Diriwayatkan oleh Imam Al-Lalika`i, lihat Sallus Suyuf,
hal. 84).
Dan masih banyak lagi ucapan para ulama yang senada yang
menjelaskan bahwa pelaku bid'ah atau ahlul bid'ah pasti akan membenci sunnah
sesuai dengan tingkat kebid'ahannya. Semakin tinggi kebid'ahannya, semakin
tinggi pula kebenciannya terhadap sunnah dan ahlus sunnah. Fenomena ini telah
nyata terbukti sejak dulu hingga sekarang ini.
Sumber: Majalah Salafy edisi XIII,
Sya'ban – Ramadhan 1417 H
0 komentar:
Posting Komentar