.

Kamis, 05 Februari 2015

Membela Sunnah Nabawiyah

20.55


(Bagian 3)
 
Syaikh Abdurrahman Abdul Khaliq (tokoh yang asalnya juga dari Ikhwan dan masih membawa pemikiran Ikhwan) berkata: "Kita dapati misalnya sebagian orang yang menamakan dirinya salafy atau salafiyyin. Mereka tidak mengerti aqidah salaf, kecuali hanya permasalahan-permasalahan yang terjadi pada enam, tujuh atau sepuluh tahun yang lalu. Mereka hanya tahu bagaimana menyelesaikan permasalahan tersebut. Maka mereka ini adalah salafy taqlidi yaitu yang berbicara dengan taqlid semata, bukan dengan ijtihad. Misalnya (mereka membicarakan pendapat) AL-QUR`AN ADALAH MAKHLUK dan bagaimana membantah orang yang mengatakan demikian, begini dan begini .... Padahal kita sekarang menghadapi permasalahan baru. Adapun permasalahan Al-Qur`an adalah makhluk sudah selesai." (Dalam kaset Madrasah Salafiyyah, lihat Jama'ah Wahidah hal. 23).
Subhanallah! Apakah kaum muslimin pada hari ini sudah menjadi ahlus sunnah dalam pemahaman asma dan sifat Allah? Apakah perkara pendapat "Al-Qur`an adalah makhluk" dan yang sepertinya berupa penyelewengan asma dan sifat sudah selesai?
 
Dalam bukunya Khututh Ra`isiyyah, ia mengatakan: "... Dan pada hari ini –sayang sekali- kita memiliki syaikh-syaikh yang hanya mengerti qusyur (kulit) Islam yang setingkat dengan masa-masa lalu..." (lihat Jama'ah Wahidah hal. 40).
 
Lihatlah! Di antara mereka ada yang menjuluki sunnah dengan istilah Juz'iyyah (parsial). Sebagian yang lain menjulukinya dengan masalah furu' (cabang) dan Syaikh Abdurrahman menjulukinya dengan istilah qusyur (kulit). Semuanya bertujuan satu yaitu merendahkan dan meremehkan sunnah. Dan karena sebab yang sama pula mereka beranggapan adanya sesuatu yang lebih penting dari semua itu. Lebih dari masalah asma` dan sifat Allah, bahkan lebih dari masalah tauhid uluhiyyah atau rububiyyah yaitu wawasan politik yang diistilahkan IM dengan Tsaqafah Islamiyyah dan oleh Abdurrahmaniyyah diberi istilah shifatul ashr atau istilah sururiyyah fiqhul waqi'. Adapun istilah hizbiyyun yang berkembang di Indonesia dari kalangan NII dan berbagai pecahannya adalah tauhid mulkiyyah. Dan mereka menganggap bahwa tauhid ini lebih penting dari segalanya.
 
Apa yang mereka maksud dengan mulkiyyah? Bukankah para ulama ahlus sunnah telah membahas sifat mulkiyyah (pemilikian kekuasaan dan pengaturan) dalam tauhid rububiyyah?
 
Jelas! Yang mereka maksud bukan tauhid rububiyyah ataupun uluhiyyah. Yang mereka maksudkan adalah berdirinya "Khilafah Islamiyyah" model mereka serta semua pembahasan yang berhubungan dengannya. Itulah kurang lebih tauhid mulkiyyah menurut mereka dan dianggap lebih penting dari masalah fiqih sunnah dan aqidah.
 
Mereka terpengaruh dengan ucapan-ucapan tokoh-tokoh tadi. Di antaranya ucapan Abul A'la Al-Maududi: "Tujuan Dien yang hakiki adalah mewujudkan IMAMAH (khilafah) yang shalih dan lurus." (Dalam kitabnya Al-Usus Al-Akhlaqiyyah hal. 22, lihat Manhaj Al-Anbiya oleh Syaikh Rabi' hal 144). Ucapan ini diucapkan oleh hampir semua tokoh ikhwan dan hizbiyun dengan redaksi yang berbeda-beda. 
 
Pemikiran mereka ini persis seperti apa yang diucapkan oleh penulis Syiah Imamiyyah Ibnu Muthahir yang berkata: "Amma Ba'du. Ini adalah risalah yang mulia dan makalah yang baik. Mengandung perkara yang baik dari perintah-perintah Dien dan permasalahan kaum mukminin yang paling tinggi, yaitu masalah imamah yang akan didapatkan dengan terwujudnya derajat kemuliaan. Ia termasuk salah satu rukun iman yang dengannya akan didapatkan kekekalan di dalam surga dan terhindar dari adzab Ar-Rahman."

 
Sumber: Majalah Salafy edisi XIII, Sya'ban – Ramadhan 1417 H

Written by

We are Creative Blogger Theme Wavers which provides user friendly, effective and easy to use themes. Each support has free and providing HD support screen casting.

0 komentar:

Posting Komentar

 

© 2013 Cinta Islam As-Sunnah. All rights resevered. Designed by Templateism

Back To Top