(Bagian 3)
Syaikh Abdurrahman
Abdul Khaliq (tokoh yang asalnya juga dari Ikhwan dan masih membawa pemikiran
Ikhwan) berkata: "Kita dapati misalnya sebagian orang yang menamakan dirinya
salafy atau salafiyyin. Mereka tidak mengerti aqidah salaf, kecuali hanya
permasalahan-permasalahan yang terjadi pada enam, tujuh atau sepuluh tahun yang
lalu. Mereka hanya tahu bagaimana menyelesaikan permasalahan tersebut. Maka
mereka ini adalah salafy taqlidi yaitu yang berbicara dengan taqlid semata,
bukan dengan ijtihad. Misalnya (mereka membicarakan pendapat) AL-QUR`AN ADALAH
MAKHLUK dan bagaimana membantah orang yang mengatakan demikian, begini dan
begini .... Padahal kita sekarang menghadapi permasalahan baru. Adapun
permasalahan Al-Qur`an adalah makhluk sudah selesai." (Dalam kaset Madrasah
Salafiyyah, lihat Jama'ah Wahidah hal. 23).
Subhanallah! Apakah kaum muslimin pada hari ini sudah
menjadi ahlus sunnah dalam pemahaman asma dan sifat Allah? Apakah perkara
pendapat "Al-Qur`an adalah makhluk" dan yang sepertinya berupa penyelewengan
asma dan sifat sudah selesai?
Dalam bukunya Khututh Ra`isiyyah, ia mengatakan: "...
Dan pada hari ini –sayang sekali- kita memiliki syaikh-syaikh yang hanya
mengerti qusyur (kulit) Islam yang setingkat dengan masa-masa lalu..." (lihat
Jama'ah Wahidah hal. 40).
Lihatlah! Di antara mereka ada yang menjuluki sunnah
dengan istilah Juz'iyyah (parsial). Sebagian yang lain menjulukinya dengan
masalah furu' (cabang) dan Syaikh Abdurrahman menjulukinya dengan istilah qusyur
(kulit). Semuanya bertujuan satu yaitu merendahkan dan meremehkan sunnah. Dan
karena sebab yang sama pula mereka beranggapan adanya sesuatu yang lebih penting
dari semua itu. Lebih dari masalah asma` dan sifat Allah, bahkan lebih dari
masalah tauhid uluhiyyah atau rububiyyah yaitu wawasan politik yang diistilahkan
IM dengan Tsaqafah Islamiyyah dan oleh Abdurrahmaniyyah diberi istilah shifatul
ashr atau istilah sururiyyah fiqhul waqi'. Adapun istilah hizbiyyun yang
berkembang di Indonesia dari kalangan NII dan berbagai pecahannya adalah tauhid
mulkiyyah. Dan mereka menganggap bahwa tauhid ini lebih penting dari
segalanya.
Apa yang mereka maksud dengan mulkiyyah? Bukankah para
ulama ahlus sunnah telah membahas sifat mulkiyyah (pemilikian kekuasaan dan
pengaturan) dalam tauhid rububiyyah?
Jelas! Yang mereka
maksud bukan tauhid rububiyyah ataupun uluhiyyah. Yang mereka maksudkan adalah
berdirinya "Khilafah Islamiyyah" model mereka serta semua pembahasan yang
berhubungan dengannya. Itulah kurang lebih tauhid mulkiyyah menurut mereka dan
dianggap lebih penting dari masalah fiqih sunnah dan aqidah.
Mereka terpengaruh
dengan ucapan-ucapan tokoh-tokoh tadi. Di antaranya ucapan Abul A'la Al-Maududi:
"Tujuan Dien yang hakiki adalah mewujudkan IMAMAH (khilafah) yang shalih dan
lurus." (Dalam kitabnya Al-Usus Al-Akhlaqiyyah hal. 22, lihat Manhaj Al-Anbiya
oleh Syaikh Rabi' hal 144). Ucapan ini diucapkan oleh hampir semua tokoh ikhwan
dan hizbiyun dengan redaksi yang berbeda-beda.
Pemikiran mereka ini
persis seperti apa yang diucapkan oleh penulis Syiah Imamiyyah Ibnu Muthahir
yang berkata: "Amma Ba'du. Ini adalah risalah yang mulia dan makalah yang baik.
Mengandung perkara yang baik dari perintah-perintah Dien dan permasalahan kaum
mukminin yang paling tinggi, yaitu masalah imamah yang akan didapatkan dengan
terwujudnya derajat kemuliaan. Ia termasuk salah satu rukun iman yang dengannya
akan didapatkan kekekalan di dalam surga dan terhindar dari adzab
Ar-Rahman."
Sumber: Majalah
Salafy edisi XIII, Sya'ban – Ramadhan 1417 H
0 komentar:
Posting Komentar