Pendahuluan
Ahlus Sunnah
adalah umat Islam yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya serta mengikuti Al
Kitab dan As Sunnah dengan pemahaman generasi pertama mereka. Mereka berjalan di
atas Ash Shirath Al Mustaqim (jalan yang lurus) yang digariskan oleh Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam dan telah dijalani oleh para shahabat dan para
pengikut mereka (tabi'in).
Mereka adalah satu jamaah, tidak berbilang
dan berjalan di satu jalan tidak bercabang. Siapa yang berjalan di atas jalan
tersebut maka dia termasuk jamaah Ahlus Sunnah sedangkan yang menyimpang darinya
maka dia termasuk firqah- firqah bid'ah yang sesat.
Jalan Ahlus Sunnah
adaah jalan tengah yang adil, mereka berjalan berdasarkan ilmu sedangkan
firqah-firqah bid'ah berjalan dengan sikap ekstrim kanan dan kiri. Mereka
berada di di antara sikap ifrath dan tafrith.
Ifrath adalah
melampaui batas dalam beribadah dan beramal tanpa ilmu. Sedangkan tafrith adalah
sebaliknya, yaitu melalaikan dan meremehkan ibadah bahkan menentang ilmu Al Haq
yang telah diketahui.
Syaithan menggoda anak Adam dengan dua jalan ini,
yaitu ifrath dan tafrith. Pertama, dia mengajak manusia kepada kekufuran dan
pengingkaran terhadap Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam (tafrith). Kalau
hal ini tidak berhasil maka dia akan mendorong mereka untuk beramal dan
beribadah dengan melampaui batas (ifrath) sehingga terjerumus ke dalam berbagai
macam bid'ah sehingga menyimpang dari jalan yang lurus dan akhirnya amembawa
mereka kepada kesesatan dan kekufuran. (Lihat Makaidus Syaithan oleh Ibnul
Qayyim rahimahullah)
Gambaran mereka yang tersesat dalam sikap tafrith
adalah seperti Yahudi, sedangkan yang tersesat dalam sikap ifrath adalah seperti
Nashara.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata : "Yahudi tidak
melaksanakan Al Haq sedangkan Nashrani berlebih-lebihan padanya. Adapun Yahudi
dicap dengan kemurkaan (Al Maghdhub Alaihim) sedangkan Nashrani dengan kesesatan
(Adh Dhaallin)."
Secara ringkas kekafiran Yahudi adalah karena mereka
tidak beramal dengan ilmunya. Mereka mengetahui Al Haq tetapi tidak menyertainya
dengan amal, baik dengan ucapan maupun perbuatan. Sedangkan kekafiran Nashrani
adalah dari sisi amal mereka tanpa ilmu. Mereka berusaha mengamalkan berbagai
macam ibadah tanpa syari'at dari Allah. Dan mereka berbicara tentang Allah
apa-apa yang tidak mereka ketahui." (Iqtidha Shiratil Mustaqim oleh Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyyah 1/67)
Demikianlah Yahudi dan Nashrani, dua contoh
kesesatan dan dua model kekufuran.
Yahudi terjerumus dalam sikap tafrith
sehingga membunuh para Nabi dan mencela Isa bin Maryam 'alaihis salam hanya
karena nafsu dan kedengkian mereka. Mereka tahu dan mengenal Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam seperti mengenal anak mereka sendiri. Mereka
mengenal namanya, sifat-sifatnya, dan lain-lain tentangnya, tapi mereka
mengingkari dan menentang beliau.
Allah berfirman :
"Padahal
sebelumnya mereka biasa memohon (kedatangan Nabi) untuk mendapatkan kemenangan
atas orang-orang kafir. Maka setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka
ketahui mereka lalu ingkar kepadanya. Maka laknat Allah atas orang-orang yang
ingkar." (QS. Al Baqarah : 89 )
Demikianlah Allah murka dan melaknat
Yahudi karena sikap tafrith, mengetahui Al Haq tapi mengingkarinya. Maka Allah
mengatakan tentang mereka :
Katakanlah : "Apakah akan aku beritakan
kepadamu tentang orang-orang yang lebih buruk pembalasannya dari (orang-orang
fasiq) itu di sisi Allah? Yaitu orang-orang yang dilaknat dan dimurkai oleh
Allah dan di antara mereka ada yang dijadikan kera-kera dan babi-babi dan
penyembah thaghut." (QS. Al Maidah : 60 )
Dari ayat inilah Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyyah menyebutkan bahwa Yahudi dijuluki dengan Al Maghdhub
Alaihim (yang dimurkai).
Sedangkan Nashrani tersesat dalam sikap ifrath
dengan menuhankan Isa dan menyembah pendeta-pendeta. Allah berfirman tentang
mereka :
"Wahai Ahli Kitab, janganlah kalian melampaui batas (ghuluw)
dalam agamamu dan janganlah kalian mengatakan atas (nama) Allah kecuali yang
haq. Sesungguhnya Al Masih Isa putra Maryam adalah Rasulullah … ." (QS. An Nisa'
: 171 )
Itulah sikap ifrath (berlebih-lebihan dalam agama) mereka,
berbicara tentang Allah dan atas nama Allah tanpa ilmu. Sehingga terucap dari
mereka kalimat kufur yang sangat besar yaitu mengatakan bahwa Isa adalah jelmaan
Allah atau Isa adalah anak Allah atau Isa, Maryam, dan Allah adalah satu yang
tiga, tiga yang satu. Subhanallah, Maha Suci Allah dari apa yang mereka
ucapkan!! Allah adalah satu, tidak beranak dan tidak diperanakkan!
Maka
kafirlah mereka dengan ucapan itu dan gugurlah amalan mereka dan ibadah mereka.
Walaupun mereka beribadah kepada Allah dengan khusyu' dan menangis, berdzikir
menyebut nama Allah, dan memujinya dengan ikhlas. Demikianlah
orang-orang
yang berusaha untuk beribadah kepada Allah tetapi tanpa ilmu akhirnya mereka
tersesat dan amalannya sia-sia.
Allah berfirman setelah mengatakan
kekafiran orang-orang yang mengatakan bahwa Allah adalah satu dari yang tiga :
"Wahai ahli kitab, janganlah kalian berlebih-lebihan (melampaui batas)
dengan cara yang tidak benar dalam agamamu. Dan janganlah kamu mengikuti hawa
nafsu orang-orang yang telah sesat terdahulu (sebelum kedatangan Nabi Muhammad
shallallahu 'alaihi wa sallam). Mereka menyesatkan kebanyakan (manusia) dan
mereka tersesat dari jalan yang lurus." (QS. Al Maidah : 77 )
Dari
sinilah nashrani dijuluki dengan Adh Dhaallin (yang sesat)
Tiga Jalan
Dari uraian
tersebut di atas kita dapat melihat tiga jalan :
Yang pertama jalan yang
lurus (shirathal mustaqim), yang kedua jalan Al Maghdhubi Alaihim, dan yang
ketiga jalan Adh Dhaallin. Maka penyimpangan dari jalan yang lurus berarti masuk
kepada salah satu dari dua jalan yang lain.
Kita berdoa setiap hari,
setiap shalat, bahkan setiap rakaat agar diberi petunjuk ke jalan yang lurus,
jalan orang-orang yang diberi nikmat, yaitu jalan para Nabi, para shiddiqin,
para syuhada, dan orang-orang yang shalih. Dan berdoa agar jangan terjerumus ke
jalan orang-orang yang dimurkai yang tidak mengamalkan Al Haq. Dan jangan pula
terjerumus ke jalan orang-orang yang sesat, yang beramal tanpa ilmu. Kita
ucapkan dalam Al Fatihah :
"Tunjukilah kami ke jalan yang lurus, jalan
orang-orang yang Engkau beri nikmat atas mereka. Bukan jalan orang-orang yang
Engkau murkai dan bukan pula jalan
orang-orang yang sesat." (QS. Al Fatihah
: 6-7 )
Ibnu Katsir berkata tentang ayat ini : "Al Maghdhub Alaihim
adalah orang-orang yang rusak niatnya. Mereka mengetahui Al Haq tapi menyeleweng
darinya. Sedang Adh Dhaallin adalah orang-orang yang tidak memiliki ilmu
sehingga mereka bingung dalam kesesatan, tidak mendapatkan petunjuk kepada Al
Haq, … dan seterusnya." (Tafsir Ibnu Katsir 1/31-32 )
Al Maghdhub dan
Adh Dhaallin Dalam Umat Ini
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
menjelaskan tentang perpecahan umat yang sudah sering disinggung dalam
edisi-edisi yang lalu. Kemudian Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam
menjelaskan bahwa semuanya akan masuk neraka kecuali satu.
Dalam riwayat
lain dari Ibnu Mas'ud bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menggaris
satu garis dengan tangannya kemudian berkata :
"Ini adalah jalan yang
lurus."
Kemudian menggaris beberapa garis di kanan dan kirinya, kemudian
berkata :
"Ini jalan-jalan, tidak ada satu jalan pun daripadanya kecuali
ada syaithan yang mengajak kepadanya."
Kemudian membacakan ayat :
"Ini jalanku yang lurus maka ikutilah dia dan janganlah mengikuti
jalan-jalan (lain) … ." (QS. Al An'am : 153 ) [HR. Ahmad, Ad Darimi, Al Hakim]
Riwayat-riwayat di atas menunjukkan bahwa umat beliau akan berpecah
dalam berbagai macam jalan dan yang selamat hanya satu kelompok. Hadits di atas
juga menunjukkan bahwa yang selamat adalah mereka yang tetap berada dalam
shirathal mustaqim (jalan yang lurus) sedangkan jalan-jalan yang lain adalah
jalan- jalan syaithan. Dengan demikian hanya ada dua kemungkinan yaitu mengikuti
jalan keselamatan atau jalan kesesatan, mengikuti jalan Allah atau jalan
syaithan.
Dalam riwayat dari Abi Said Al Khudri, Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam menjelaskan bahwa sebagian umat ini akan mengikuti model
yahudi dan nashrani.
"Pasti kalian akan mengikuti sunnah-sunnah
(jalan/kebiasaan) orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal sehasta
demi sehasta." (Muttafaqun Alaihi)
Ketika para shahabat bertanya apakah
yang dimaksud mengikuti yahudi dan nashrani beliau mengatakan : "Siapa lagi?"
Dari sini kita pahami bahwa dalam umat ini pun terdapat dua kesesatan
model yahudi dan nashrani sebagai kaum yang dilaknat dan kaum yang sesat. Sufyan
bin Uyainah dan para ulama Salaf berkata :
"Sesungguhnya orang yang
rusak dari ulama kita, maka padanya ada penyerupaan terhadap yahudi. Dan orang
yang rusak dari kalangan ahli ibadah kita maka padanya ada penyerupaan dengan
nashrani." (Dinukil dari Kitab Iqtidha Shirathil Mustaqim oleh Syaikh Islam 1/68
)
Kerusakan
Ahli Ibadah Karena Sikap Ifrath
Adapun kerusakan ahli ibadah adalah
karena sikap ifrath (berlebih-lebihan) dan melampaui batas dalam beribadah tanpa
ilmu. Di antaranya :
1. Bersikap ifrath terhadap Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam.
Kepada Nabi mereka dengan memujinya berlebihan hingga
memberikan kepadanya sifat uluhiyyah dan rububiyyah. Kadang-kadang dengan
perbuatan seperti berdoa, beristighatsah (mengadu), beristi'anah (meminta
pertolongan, dan bertawassul kepadanya atau kepada kuburannya. (Akan dibahas
masalah ini pada edisi mendatang, Insya Allah))
2. Bersikap Ifrath
Terhadap Ulama.
Mereka juga berlebih-lebihan terhadap ulama mereka
dengan menganggap mereka ma'shum (tidak memiliki kesalahan), taqlid buta
(mengikuti tanpa dalil), menganggap mereka boleh merubah-rubah hukum dan
menambah-nambahnya. Di antara mereka ada yang membuat patung-patung atau
memasang gambar- gambarnya, bahkan membangun kuburan-kuburannya,
mengagung-agungkannya kemudian mereka thawaf mengelilinginya, memakan tanahnya,
mengusap dindingnya, i'tikaf (tirakatan) di sampingnya dan lain-lain. Semuanya
mereka lakukan tanpa ilmu dan tanpa perintah dari Allah dan Rasul-Nya. Dalil
mereka hanyalah dzan (prakiraan) hasil dugaan pikirannya dan tebakan
perasaannya. Mereka menganggap dengan perbuatannya tadi mereka mendapat berkah
dan petuah atau mendapatkan yang mereka harapkan, melepaskan kesulitan,
memberikan jalan keluar, memberikan jodoh dan lain-lain dari anggapan-anggapan
mereka tanpa ilmu.
3. Ifrath Dalam Ibadah dan Zuhud.
Selain itu
mereka juga berlebih-lebihan dalam beribadah kepada Allah, puasa terus- menerus
tanpa berbuka atau shalat malam terus-menerus tanpa tidur. Mereka juga tidak mau
menikahi wanita karena dianggap mengganggu ibadah. Mereka tidak mau memakan
daging dan makanan mewah (hanya memakan sayuran dan sejenisnya) juga karena
mereka menganggap akan mengganggu ibadah (yang mereka menamakannya zuhud) bahkan
mereka berusaha untuk menyengsarakan dirinya dengan berpuasa di tengah terik
matahari atau tidak mau bernaung sampai berbuka atau tidak mau berpakaian
kecuali yang paling jelek dan lain-lain dengan anggapan bahwa yang demikian
lebih besar pahalanya.
Semua anggapan tadi muncul dari dzan (dugaan
pikiran dan perasaannya) tanpa berdasarkan ilmu sama sekali. Maka inilah yang
dinamakan bid'ah, muhdatsah, dhalalah yang membawa mereka kepada kesesatan!
Semua sifat-sifat di atas adalah persis dengan sifat-sifat nashrani.
Allah menjelaskan sifat ghuluw mereka di dalam Al Qur'an :
"Wahai ahli
kitab, janganlah kalian melampaui batas (ghuluw) dalam Dien kalian dan janganlah
kalian mengatakan terhadap Allah kecuali kebenaran. Sesungguhnya Al Masih Isa
bin Maryam adalah Rasulullah dan (yang diciptakan dengan) kalimat-Nya yang
disampaikan kepada Maryam dan ruh (ciptaan)-Nya." (QS. An Nisa' : 171 )
Dan Allah menceritakan tentang sikap ifrath mereka terhadap ulama,
hingga menjadikan mereka sebagai rabb-rabb yang menghalalkan dan mengharamkan :
"Mereka menjadikan pendeta-pendeta mereka dan rahib-rahib mereka sebagai
rabb- rabb selain Allah dan juga (mempertuhankan) Isa bin Maryam." (QS. At
Taubah : 31 )
Kemudian tentang ifrath mereka dalam ibadah dan zuhud,
Allah berfirman :
"Dan mereka mengada-adakan bid'ah rahbaniyyah padahal
Kami tidak mewajibkannya atas mereka tapi mereka sendirilah yang mengada-adakan
untuk mencari ridla Allah … ."
Rahbaniyyah adalah sikap kependetaan,
tidak beristri atau bersuami dan mengurung diri di biara-biara dan mengkhususkan
diri hanya beribadah kepada Allah. Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir Ath Thabari dan
Nasa'i dari Ibnu Abbas bahwa ketika penguasa-penguasa nashrani merubah-rubah
Injil, orang-orang yang beriman (baca: ahli ibadah) yang membaca Injil membantah
dan menegur mereka. Kemudian mereka diancam dan disuruh agar berhenti bicara.
Maka sebagian mereka meminta dibuatkan tempat yang tinggi (untuk
beribadah) dan agar diantarkan kepada mereka makanan dan minuman. Sebagian yang
lain meminta ijin untuk mengembara memakan pohon-pohonan dan meminum air seperti
binatang ternak (juga untuk beribadah) dan sebagian yang lain meminta dibaratkan
rumah khusus untuk ibadah dan bercocok tanam. Inilah rahbaniyyah yang mereka
ada-adakan. (Dinukil secara makna dari Tafsir Ibnu Katsir juz 4 halaman 333 )
Sedangkan tentang sifat ifrath nashrani terhadap ulama dan ahli ibadah
hingga membangun kuburan-kuburan sebagai masjid dan memasang foto-foto dan
patung- patung mereka telah diceritakan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam dalam riwayat Aisyah radliyallahu 'anha sebagai
berikut :
"Dari Aisyah radliyallahu 'anhu: Bahwa Ummu Salamah menyebutkan kepada
Rasulullah tentang gereja yang dia lihat di Habasyah yang dinamakan Maria. Dan
apa yang dia lihat padanya berupa gambar-gambar. Maka Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda: "Mereka adalah kaum yang jika ada seorang shalih di
antara mereka mati atau hamba yang shalih, mereka membangun masjid di atas
kuburannya dan menggambar padanya gambar-gambarnya. Mereka adalah sejelek- jelek
makhluk di sisi Allah." (HR. Bukhari Kitabus Shalah bab Shalat fil Bi'ah dan
Muslim kitab Masajid bab An Nahyu an Bina'il Masajid Alal Qubur)
Hampir
semua ahli ibadah terjerumus dalam kesesatan model nashrani ini, terutama aliran
sufi yang hampir semua sifat-sifat nashrani di atas ada pada mereka.
Kesesatan model seperti ini lebih berbahaya dari yang sebelumnya, karena
para pelakunya tidak mengetahui dan tidak merasa bahwa mereka dalam kesesatan,
bahkan sebaliknya mereka merasa sedang berbuat baik dan beramal shalih. Lantas
kapan mereka akan bertaubat!
Allah berfirman :
"Katakanlah :
Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling rugi
perbuatannya? Yaitu orang yang sia-sia (sesat) usahanya dalam kehidupan dunia
sedangkan mereka mengira bahwa mereka sedang berbuat sebaik- baiknya." (QS. Al
Kahfi : 103-104 )
Sikap Tengah
Ahlus Sunnah
Ahlus Sunnah berjalan lurus di antara dua kesesatan
tadi. Mereka tidak bersikap tafrith terhadap perintah Allah dan Rasul-Nya.
Mereka mengamalkan yang wajib- wajib dan berusaha menambah dengan yang mandub
(jika dikerjakan dapat pahala dan jika ditinggalkan tidak apa-apa, pent.).
Mereka meninggalkan yang haram dan berusaha mengurangi yang
makruh-makruh. Kalau mereka berdosa dengan melanggar yang wajib atau mengerjakan
yang haram, mereka cepat bertaubat dan tidak mencari dalil untuk membenarkan
perbuatannya. Mereka mengamalkan ilmu yang mereka dapatkan dari Allah dan
Rasul-Nya dengan ikhlas dalam mencari keridlaan-Nya.
Di sisi lain,
mereka tidak bersikap ifrath dalam beramal. Mereka tidak berani mengharamkan
yang makruh apalagi yang halal. Tidak berani pula mewajibkan yang mandub apalagi
yang haram. Mereka mengucapkan persis seperti apa yang mereka dapatkan dari ilmu
(hujjah/dalil). Jadi kalau ada kekeliruan pada mereka dalam masalah ini,
ingatkanlah dengan hujjah dari Al Qur'an dan As Sunnah yang shahihah!
Niscaya mereka akan segera rujuk kepadanya dan meninggalkan kesalahannya.
Mereka tidak berani menambah-nambah satu bentuk ibadah kecuali jika mendapatkan
perintah. Mereka memegang kuat ucapan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam :
"Siapa yang mengamalkan suatu amalan yang tidak ada atasnya perintahku
maka dia tertolak."
Inilah Ahlus Sunnah, syiar mereka ialah berilmu dan
beramal, tidak seperti yahudi yang berilmu tanpa amal dan tidak seperti nashrani
yang beramal tanpa ilmu. Wallahu
A'lam.
Maraji'
1. Badzlul
Majhud oleh Syaikh Abdullah Al Jumaili.
2. Fathul Bari Syarh Shahihul
Bukhari oleh Ibnu Hajar.
3. Fathul Majid Syarh Kitabut Tauhid oleh Syaikh
Abdurrahman Ali Syaikh.
4. Iqtidha Shirathil Mustaqim oleh Ibnu
Taimiyyah.
5. Shahih Muslim dengan Syarh Imam Nawawi.
6. Ushul I'tiqad
Ahlus Sunnah oleh Al Lalika'i.
Sumber Majalah Salafy
VI/Muharram/1417/1996
0 komentar:
Posting Komentar